Rabu, 21 April 2010

BAB 5. PRA PENULISAN ILMIAH

Hakikat Penelitian

Rasa ingin tahu merupakan salah satu sifat dasar yang dimiliki manusia. Sifat tersebut akan mendorong manusia bertanya untuk mendapatkan pengetahuan. Setiap manusia yang berakal sehat sudah pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu obyek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Secara universal, terdapat tiga jenis pengetahuan yang selama ini mendasari kehidupan manusia yaitu: (1) logika yang dapat membedakan antara benar dan salah; (2) etika yang dapat membedakan antara baik dan buruk; serta (3) estetika yang dapat membedakan antara indah dan jelek. Kepekaan indra yang dimiliki, merupakan modal dasar dalam memperoleh pengetahuan tersebut.
Salah satu wujud pengetahuan yang dimiliki manusia adalah pengetahuan ilmiah yang lazim dikatakan sebagai “ilmu”. Ilmu adalah bagian pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang didasari oleh dua teori kebenaran yaitu koherensi dan korespondensi. Koherensi menyatakan bahwa sesuatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan logis atau berpikir secara rasional. Korespondensi menyatakan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut didasarkan atas fakta atau realita. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan empirik atau bertolak dari fakta. Dengan demikian, kebenaran ilmu harus dapat dideskripsikan secara rasional dan dibuktikan secara empirik.

Koherensi dan korespondensi mendasari bagaimana ilmu diperoleh telah melahirkan cara mendapatkan kebenaran ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu agar memiliki nilai kebenaran harus dilandasai oleh cara berpikir yang rasional berdasarkan logika dan berpikir empiris berdasarkan fakta. Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah melalui penelitian. Banyak definisi tentang penelitian tergantung sudut pandang masing-masing. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolah data, serta menarik kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu.

Pengertian tersebut di atas menyiratkan bahwa penelitian adalah langkah sistematis dalam upaya memecahkan masalah. Penelitian merupakan penelaahan terkendali yang mengandung dua hal pokok yaitu logika berpikir dan data atau informasi yang dikumpulkan secara empiris (Sudjana, 2001). Logika berpikir tampak dalam langkah-langkah sistematis mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penafsiran dan pengujian data sampai diperolehnya suatau kesimpulan. Informasi dikatakan empiris jika sumber data mengambarkan fakta yang terjadi bukan sekedar pemikiran atau rekayasa peneliti. Penelitian menggabungkan cara berpikir rasional yang didasari oleh logika/penalaran dan cara berpikir empiris yang didasari oleh fakta/ realita.

Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh kebenaran harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangka dalam metode ilmiah. Metode ilmiah adalah kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode ilmiah mengandung dua unsur penting yakni pengamatan (observation) dan penalaran (reasoning). Metode ilmiah didasari oleh pemikiran bahwa apabila suatu pernyataan ingin diterima sebagai suatu kebenaran maka pernyataan tersebut harus dapat diverifikasi atau diuji kebenarannya secara empirik (berdasarkan fakta).
Terdapat empat langkah pokok metode ilmiah yang akan mendasari langkah-langkah penelitian yaitu:
1.Merumuskan masalah; mengajukan pertanyaan untuk dicari jawabannya. Tanpa adanya masalah tidak akan terjadi penelitian, karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Rumusan masalah penelitian pada umumnya diajukan dalam bentuk pertanyaan..
2.Mengajukan hipotesis; mengemukakan jawaban sementara (masih bersifat dugaan) atas pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Hipotesis penelitian dapat diperoleh dengan mengkaji berbagai teori berkaitan dengan bidang ilmu yang dijadikan dasar dalam perumusan masalah. Peneliti menelusuri berbagai konsep, prinsip, generalisasi dari sejumlah literatur, jurnal dan sumber lain berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kajian terhadap teori merupakan dasar dalam merumuskan kerangka berpikir sehingga dapat diajukan hipotesis sebagai alternatif jawaban atas masalah.
3.Verifikasi data; mengumpulkan data secara empiris kemudian mengolah dan menganalisis data untuk menguji kebenaran hipotesis. Jenis data yang diperlukan diarahkan oleh makna yang tersirat dalam rumusan hipotesis. Data empiris yang diperlukan adalah data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis. Dalam hal ini, peneliti harus menentukan jenis data, dari mana data diperoleh, serta teknik untuk memperoleh data. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan cara-cara tertentu yang memenuhi kesahihan dan keterandalan sebagai bahan untuk menguji hipotesis.
4.Menarik kesimpulan; menentukan jawaban-jawaban definitif atas setiap pertanyaan yang diajukan (menerima atau menolak hipotesis). Hasil uji hipotesis adalah temuan penelitian atau hasil penelitian. Temuan penelitian dibahas dan disintesiskan kemudian disimpulkan. Kesimpulan merupakan adalah jawaban atas rumusan masalah penelitian yang disusun dalam bentuk proposisi atau pernyataan yang telah teruji kebenarannya.

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, penelitian ilmiah merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengkaji dan memecahkan suatu masalah menggunakan prosedur sistematis berlandaskan data empirik. Berdasarkan proses tersebut di atas, mulai dari langkah kajian teori sampai pada perumusan hipotesis termasuk berpikir rasional atau berpikir deduktif. Sedangkan dari verifikasi data sampai pada generalisasi merupakan proses berpikir induktif. Proses tersebut adalah wujud dari proses berpikir ilmiah. Itulah sebabnya penelitian dikatakan sebagai operasionalisasi metode ilmiah.

Untuk mendapatkan kebenaran ilmiah, penelitian harus mengandung unsur keilmuan dalam aktivitasnya. Penelitian yang dilaksanakan secara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada karakeristik keilmuan yaitu:
1.Rasional: penyelidikan ilmiah adalah sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia.
2.Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati orang lain dengan menggunakan panca indera manusia.
3.Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.


Penelitian dikatakan tidak ilmiah jika tidak menggunakan penalaran logis, tetapi menggunakan prinsip kebetulan, coba-coba, spekulasi. Cara-cara seperti ini tidak tepat digunakan untuk pengembangan suatu profesi ataupun keilmuan tertentu. Suatu penelitian dikatakan baik (dalam arti ilmiah) jika mengikuti cara-cara yang telah ditentukan serta dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan bukan secara kebetulan.

Dalam keseharian sering ditemukan konsep-konsep yang kurang tepat dalam memaknai penelitian antara lain:
nelitian antara lain:
1.Penelitian bukan sekedar kegiatan mengumpulkan data atau informasi. Misalnya, seorang kepala sekolah bermaksud mengadakan penelitian tentang latar belakang pendidikan orang tua siswa di sekolahnya. Kepala sekolah tersebut belum dapat dikatakan melakukan penelitian tetapi hanya sekedar mengumpulkan data atau informasi saja. Pengumpulan data hanya merupakan salah satu bagian kegiatan dari rangkaian proses penelitian. Langkah berikutnya yang harus dilakukan kepala sekolah agar kegiatan tersebut menjadi penelitian adalah menganalisis data. Data yang telah diperolehnya dapat digunakan misalnya untuk meneliti pengaruh latar belakang pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa.
2.Penelitian bukan hanya sekedar memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya seorang pengawas telah berhasil mengumpulkan banyak data/infromasi tentang implementasi MBS di sekolah binaanya dan menyusunnya dalam sebuah laporan. Kegiatan yang dilakukan pengawas tersebut bukanlah suatu penelitian. Laporan yang dihasilkannya juga bukan laporan penelitian. Kegiatan dimaksud akan menjadi suatu penelitian ketika pengawas yang bersangkutan melakukan analisis data lebih lanjut sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Misalnya: (1) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi MBS; atau (2) faktor-faktor penghambat implementasi MBS serta upaya mengatasinya.
Sumber :
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/metode-penelitian-f35/hakikat-penelitian-t195.htm
Sumber-Sumber Masalah Penelitian Pendidikan
Pemilihan masalah yang tepat selamanya sukar. Umumnya mahasiswa pemula mendapatkan kesulitan di tahap ini bahkan peneliti yang lebih berpengalaman pun, juga masih ada keragu-raguan di tahap pemilihan masalah ini. Dalam hubungan ini, seseorang dituntut komitmen dan tanggungjawabnya yang sungguh-sungguh untuk memilih masalah yang benar-benar berarti secara akademis, untuk itu mungkin akan menuntuk banyak pengorbanan waktu, tenaga, dan mungkin juga dana.
Dari manakah masalah penelitian itu bisa diperoleh ?. Dengan kata lain, manakah sumber-sumber yang daripadanya bisa diangkat atau ditarik sesuatu masalah yang tepat untuk diteliti ?. Diantara sumber-sumber dimaksud adalah :

1) Fenomena pendidikan di ruang-ruang kuliah, di sekolah, dan di masyarakat. Di ruang-ruang kuliah, di sekolah, dan di masyarakat sebetulnya banyak fenomena kependidikan yang tepat diangkat menjadi masalah penelitian. Itulah gudang sumber masalah, tentu saja bagi mereka yang jeli, penuh imajinasi, serta kuat rasa ingin tahunya. Masalah-masalah yang menarik dan menggoda, misalnya : Dalam keadaan bagaimanakah sesuatu metode mengajar itu efektif ?. Bagaimana pendapat para guru mengenai model satuan pelajaran ? Bagaimanakah cara belajar siswa aktif di sekolah ? Bagaimanakah pendapat orang tua mengenai pendidikan seks ? Faktor-faktor luar manakah yang mempengaruhi tingkah laku belajar pelajar mahasiswa ?. Dari contoh-contoh tadi, nyata sekali bahwa ada banyak masalah menarik yang bisa diangkat dari pengalaman dan lingkungan terdekat mahasiswa itu sendiri. Bagi para pemula di kerja penelitian, barangkali lebih baik memilih masalah-masalah yang lebih dekat dengan pengalaman dan lingkungannya, ketimbang memilih masalah-masalah yang relatif jauh dari jangkauannya.

2) Perubahan teknologi dan pengembangan kurikulum, selamanya membawa berbagai problem baru dan kesempatan baru bagi suatu kerja penelitian. Sekarang ini, lebih dari sebelumnya, inovasi-inovasi pendidikan telah ikut memajukan pengelolaan kelas, bahan dan prosedur belajar, dan penggunaan alat-alat dan perlengkapan teknik. Inovasi-inovasi tadi, seperti pengajaran melalui TV, pengajaran berprograma, pendidikan melalui permainan, konsep-konsep dan pendekatan baru dari sesuatu mata pelajaran, penggunaan jadwal yang fleksibel, pelaksanaan sistem kredit, dan sebagainya, kesemuanya perlu dievaluasi secara teliti melalui penelitian (Proses penelitian).

3) Pengalaman-pengalaman akademis itu sendiri, seharusnya bisa menstimulir sikap bertanya terhadap berbagai praktek pendidikan yang berlaku luas di masyarakat. Sikap bertanya dimaksud, juga seharusnya efektif di dalam pengembangan pengenalan terhadap masalah.
4) Berkonsultasi dengan dosen-dosen pengajar, dosen-dosen penasehat, atau seseorang guru besar, juga berguna dan juga merupakan sumber pula di dalam rangka menemukan masalah penelitian.
Sumber :
Best, John W. Disunting oleh : Faisal, Sanapiah dan Wasero, Mulyadi G. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.



A.
Banyak mahasiswa atau peneliti muda mengalami kesulitan dalam menentukan masalah beserta variabel-varibelnya. Hal ini disebabkan karena kekurangan pahamnya atas hakikat permasalahan penelitian tersebut. Kurangnya informasi mengenai sumber-sumber masalah, serta kekurangan kesiapan mahasiswa dan peneliti dalam merencanakan penelitian. Padahal dalam penelitian, masalah menjadi fundamental untuk menentukan unsur penelitian lainnya.
Unsur-unsur seperti, teori dan rumusan hipotesis, metodologi dan lainnya, dibangun atas dasar masalah penelitian. Kunci dari keberhasilan dari sebuah penelitian adalah, penentuan masalah. Masalah sering dikacaukan dengan judul. Masalah tidak sama dengan judul. Masalah adalah inti persoalan yang tersirat dalam judul. Masalah adalah pertanyaan-pertanyaan yang sengaja diajukan untuk dicari jawabannya melalui penelitian.
Masalah penelitian harus memenuhi persyaratan untuk dapat diteliti. Ada tiga  segi untuk mengukur kelayakan suatu masalah penelitian, yaitu: dari segi keilmuan, segi metode keilmuan dan segi kepentingan dan kegunaannya.
Pertama, dari segi keilmuan, masalah harus jelas kedudukannya dalam struktur keilmuan yang sedang dipelajari. Seorang mahasiswa atau peneliti jurusan ekonomi mengambil masalah penelitian yang berkenaan dengan aspek keilmuan yang ada dalam bidang ekonomi. Begitu juga, mahasiswa dan penelitian dibidang teknologi informasi, ia harus menentukan masalahnya penelitiannya dalam struktur keilmuan yang ada di bidang teknologi informasi.
Kedua, dari segi metode keilmuan. Dari segi ini, masalah penelitian harus dapat dipecahkan melalui langkah-langkah berpikir ilmiah atau metode ilmiah. Telah dijelaskan bahwa langkah yang harus ditempuh dalam metode ilmiah adalah merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan.
Ketiga, dari segi kepentingan dan kegunaannya. Masalah penelitian harus disesuaikan dengan kepentingan penelitinya. Peneliti yang mengambil program S1 tentu berbeda dengan kepentingan mahasiswa program S2. Begitu juga mahasiswa program S2 akan berbeda dengan mahasiswa program S3. Yang membedakan adalah, bobot kedalaman serta luasnya masalah penelitian yang akan diteliti. Masalah yang baik harus mempunyai nilai kegunaan, baik bagi kepentingan ilmu maupun bagi penerapan praktek.
Masalah selalu dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, bukan pernyataan. Satu masalah penelitian bisa mengandung beberapa subpertanyaan. Itu sebabnya ada masalah pokok dan submasalah yang harus terjawab melalui penelitian. Dalam penelitian, sebaiknya mengandung dua variabel atau lebih. Dengan demikian, masalah penelitian dapat diajukan melalui beberapa cara seperti mendeskripsikan setiap variabel, menghubungkan dua variabel, mengkaji pengaruh variabel yang satu dibandingkan kekuatan variabel lainnya, mengkaji sumbangan (kontribusi) suatu variabel terhadap variabel lain, dan lain-lain. Untuk itu, peneliti harus memahami makna, kategori, dan jenis hubungan variabel.
B.Hakikat Variabel.
Variabel secara sederhana dapat diartikan ciri dari individu, objek, gejala, peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif atau kualitatif. Hasil pengukuran suatu variabel bisa konstan atau tetap, bisa pula berubah-ubah. Contoh variabel: jenis kelamin, motivasi, prestasi, kepemimpinan.
Variabel dalam dapat dibedakan menjadi dua kategori utama, yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel perlakuan atau sengaja dimanupulasi untuk diketahui intesitasnya atau pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang timbul akibat dari variabel bebas. Oleh sebab itu, variabel terikat menjadi tolak ukur atau indikator keberhasilan variabel bebas. Sebagai contoh:
         Kepemimpinan dapat ditempatkan sebagai variabel bebas apabila dilihat intesitasnya dalam hal produktivitas kerja.
         Motivasi dapat ditempatkan sebagai variabel bebas apabila akan dilihat akan intesitasnya dalam hal prestasi.
Produktivitas kerja dan prestasi keduanya adalah variabel terikat/respons. Dengan kata lain, produktivitas kerja dalam konteks ini merupakana akibat dari kepemimpinan dan prestasi merupakan akibat dari motivasi.
Di samping variabel bebas dan variabel terikat, ada lagi variabel lain seperti variabel penyerta, variabel kontrol dan lain-lain. Variabel-variabel tersebut digunakan untuk memperdalam dan memperluas kajian hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.
Setelah mengenal jenis beberapa jenis variabel, peneliti hendaknya memahami berbagai jenis hubungan antarvariabel. Ada tiga kategori hubungan variabel, yakni hubungan simetris, hubungan tak simetris dan hubungan timbal balik.
         Hubungan Simetris
Hubungan simetris adalah hubungan manakala variabel yang satu tidak dipengaruhi dan tidak disebabkan oleh variabel lainnya.
Ciri-cirinya adalah:
1.         Kedua variabel merupakan indikator dari konsep yang sama.
Misalnya kualifikasi guru yang baik adalah tingkat pendidikan dan pengalaman mengajarnya. Kedua variabel ini simetris namun tidak saling memengaruhi. Tingkat pendidikan tidak dipengaruhi oleh pengalaman mengajar, demikian pula sebaliknya
2.         Variabel merupakan akibat dari faktor yang sama.
Misalnya tes seleksi universitas yang ketat menyebabkan calon yang jatuh, tetapi juga dapat meningkatkan prestasi mahasiswa.
3.         Kedua variabel mempunyai kaitan fungsional.
Misalnya, kekuasaan mempunyai fungsi dengan tugas dan tanggung jawab. Akan tetapi tidak berarti kekuasaan dipengaruhi oleh tugas dan tanggung jawab, atau sebaliknya, tugas dan tanggung jawab ditentukan dan dipengaruhi kekuasaan.
4.         Hubungan kebetulan.
Misalnya, anak pandai tidak lulus, tetapi anak bodoh lulus dengan baik. Jadi tidak ada hubungan antara bodoh dengan kelulusan, dan pandai dengan kegagalan.

         Hubungan Tak Simetris
Hubungan tak simetris ditandai dengan adanya hubungan atau kaitan variabel yang satu dengan variabel lainnya. Hubungan tersebut bisa berupa pengaruh, sumbangan atau kontribusi, ataupun hubungan sebab akibat.
Hubungan yang terjadi biasanya dalam bentuk hubungan positif dan fungsional. Hubungan positif artinya terdapat hubungan yang searah. Misalnya makin tinggi tingkat pendidikan guru, makin tinggi kualitas pengajaran demikian pula sebaliknya. Tetapi apabila yang terjadi adalah, makin tinggi kualitas pendidikan guru namun makin rendah hasil belajar, maka hubungan tersebut adalah negatif.
Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan fungsional adalah kedua variabel (variabel bebas dan variabel terikat) menunjukkan adanya kaitan fungsi. Misalnya adanya pengaruh, adanya sumbangan atau kontribusi, atau menjadi penyebab variabel lain yang akan muncul.
         Hubungan Timbal-Balik
Hubungan timbal balik adalah hubungan pada suatu saat variabel yang satu menjadi penyebab variabel yang lain dan pada saat lain terjadi sebaliknya. Jadi pada suatu saat variabel X mempengaruhi variabel Y, dan pada saat yang lain variabel Y mempengaruhi variabel X. Misalnya: Siswa yang biasa belajar teratur ternyata berprestasi tinggi. Pada suatu saat tiba giliran bahwa siswa yang berprestasi tinggi ternyata menyebabkan belajar yang teratur.
C.Teknik Merumuskan Masalah
Apabila telah memahami jenis variabel dan hubungan antarvariabel, peneliti akan lebih mudah dalam merumuskan pertanyaan penelitian. Caranya ialah dengan melakukan kajian dan analisis hubungan yang mungkin terjadi di antara variabel-variabel yang terdapat di dalamnya. Dengan membuat diagram atau bagan yang menyertakan posisi variabel bebas, variabel terikat dan variabel penyerta. Dengan diagram tersebut, kita bisa mengajukan berbagai kemungkinan pertanyaan penelitian dengan menganalisis variabel dalam bagan tersebut.
Contoh:
                               Variabel bebas

Variabel terikat
Pendidikan Kependudukan & Lingkungan Hidup (X)
Anak dari keluarga suku Jawa (X1)
Anak dari keluarga suku Batak (X2)
Sikap terhadap Norma Keluarga
Kecil (NKK)
(Y)
Y1
Y­­­2

Pada diagram diatas, Program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang diberikan di sekolah ditempatkan sebagai variabel bebas, diberi notasi (X). Sikap terhadap NKK diberikan sebagai variabel terikat, diberi notasi (Y). Asal keluarga adalah variabel penyerta, terdiri dari keluarga suku Jawa (X1) dan suku keluarga Batak (X2).
Permasalahan yang bisa ditanyakan adalah sebagai berikut:
1.       Sampai di mana sikap terhadap NKK setelah menerima program PKLH ?(menanyakan variabel Y).
a.       Bagaimana sikap anak yang berasal dari keluarga suku Jawa terhadap NKK? (mengungkapkan variabel Y1)
b.      Bagaimana sikap anak yang berasal dari keluarga suku Batak terhadap NKK? (mengungkapkan variabel Y2)
2.       Sampai dimana intensitas pelaksanaan Program PKLH? (menanyakan X)
3.       Adakah perbedaan sikap terhadap NKK antara anak berasal dari keluarga suku Jawa (Y1) dengan anak yang berasal dari keluarga suku Batak (Y2)? (membandingkan Y1 dan Y2).
4.       Apakah terdapat hubungan yang positif antara intensitas pelaksanaan Program PKLH (X) dengan sikap anak terhadap NKK  (menanyakan hubungan X dan Y).
Bagaimana memahaminya?
Pertanyaan nomor satu dan nomor dua tidak perlu dibuat hipotesis, sebab hanya mengungkap satu variabel.
Pertanyaan nomor tiga mencoba membandingkan variabel terikat, yakni sikap anak yang berasal dari keluarga Jawa (Y1) dengan sikap anak yang berasal dari keluarga Batak (Y2). Pertanyaan ini seolah-olah ada dua variabel, maka hipotesis yang bisa diturunkan menjadi:
“Anak yang berasal dari keluarga Jawa sikapnya terhadap NKK lebih positif daripada anak yang berasal dari keluarga Batak”.
Begitu juga dengan pertanyaan nomor empat, berisi dua variabel, yakni variabel X dan Y, maka hipotesis yang muncul adalah:
“Terdapat korelasi positif antara intensitas pelaksanaan program PKLH di sekolah dengan sikap anak terhadap NKK”.
Dari contoh merumuskan masalah, yakni menyusun pertanyaan-pertanyaan di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik merumuskan masalah kuncinya terletak dalam mengkaji variabel, baik yang sifatnya mendeskripsikan suatu variabel maupun mengutak-atik variabel yang satu dengan variabel yang lain.
Setelah merumuskan masalah penelitian, selanjutnya diberikan definisi variabel, definisi konsep maupun definisi operasional.
D.Sumber Masalah
Persoalan lain yang perlu diketahui ialah bagaimana cara memperoleh masalah. Ada tiga sumber untuk memperoleh masalah penelitian, yaitu:
1.       Dengan cara membaca buku atau hasil penelitian orang lain. Cara ini sangat sederhana dan tidak perlu mengeluarkan waktu, biaya, tenaga yang banyak. Mahasiswa atau peneliti cukup pergi ke perpustakaan mempelajari literatur yang berkenaan dengan bidang studi atau keahliannya.
2.       Dengan cara melalui studi pendahuluan atau studi penjajakan (explorotary study). Pada studi penjajakan, mahasiswa atau peneliti turun ke lapangan untuk mengadakan amatan terhadap gejala atau fenomena yang ada.
3.       Dengan cara menggunakan kombinasi dari dua cara diatas. Artinya, peneliti terlebih dahulu mencari konsep dan variabel dari literatur (khazanah ilmu), kemudian melihat fakta empiris di lapangan, apakah sesuai atau tidak. Jika tidak, mengapa? Pertanyaan mengapa tersebut mengundang peneliti untuk merumuskan masalah penelitiannya.
E.Masalah dan Judul Penelitian
Pertanyaan klasik yang sering diajukan mahasiswa adalah manakah yang harus didahulukan, menentukan masalah atau merumuskan judul penelitian. Pertanyaan itu dilontarkan sebab mahasiswa tersebut tidak atau belum memahami hakikat masalah dalam penelitian. Masalah dan judul saling berkaitan satu sama lain. Masalah harus dapat memberikan kesan terhadap judul. Demikian pula sebaliknya, judul harus mencerminkan masalah. Artinya dalam judul harus tersirat masalah.
Judul dapat ditetapkan setelah masalah penelitian dirumuskan dengan jelas. Tidak sebaliknya. Judul harus mengacu kepada masalah pokok penelitian, artinya relevan dengan masalah pokok.
Setelah masalah penelitian ditemukan, pada tahap selanjutnya mahasiswa atau peneliti perlu menyusun kerangka tulisan bab pengajuan masalah dalam struktur tertentu sesuai dengan urutan.
Susunan tersebut diurutkan menjadi:
a.       Latar belakang, berisi uraian apa dan mengapa peneliti melakukan penelitian dengan judul atau tema tertentu.
b.      Identifikasi masalah yakni mengemukakan beberapa masalah yang mungkin timbul dari tema penelitian.
c.       Pembatasan masalah, yakni menetapkan satu atau dua masalah dari kemungkinan yang telah diidentifikasikan serta ruang lingkupnya.
d.      Memberi batasan konsep dan batasan operasional.
e.      Menjelaskan tujuan umum penelitian. Rumusan tujuan konsisten dengan masalah pokok penelitian atau konsisten dengan makna judul penelitian.
Keenam unsur pokok di atas adalah syarat minimal yang harus dipenuhi. Variasi dari keenam hal tersebut bisa dilakukan sehingga bisa ditambah dengan memasukkan hal-hal lain yang dianggap perlu untuk lebih memperjelas permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA
Asy’ari, Drs. S. Imam, Petunjuk Teknik Menulis Naskah Ilmiah,  Usaha Nasional, Surabaya Indonesia, 1984.
Sudjana, Dr. Nana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1987

Minggu, 28 Maret 2010

BAB 4

Pengertian Metode Ilmiah

Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:

1. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.

2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.

3. Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.

4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.

5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).

6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.

Sumber :
http://amiere.multiply.com/journal/item/19

Minggu, 21 Maret 2010

BAB 3 KARANGAN ILMIAH

Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang baik dan benar. Adapun jenis karangan ilmiah yaitu:
1. Makalah: karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan).
2. Kertas kerja: makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya.
3. Skripsi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat orang lain.
4. Tesis: karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi.
5. Disertasi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi yang terinci.

• CIRI-CIRI KARANGAN ILMIAH

1. Mendalam/Tuntas,
artinya

* segi-segi masalah dikupas secara mendalam
* masalah dibahas sampai ke akar-akarnya;
* Membicarakan topik secara mendetil.

Bagaimana agar dapat dibahas dengan tuntas?

* jangan memilih masalah/topik yang terlalu luas
* cukupkah buku-buku yang mendukungnya?
* Mengambil sampel yang proposional
* Melengkapi data literatur sebagai sumber rujukan

2. Objektif

* segala keterangan yang dikemukakan apa adanya sesuai dengan data dan fakta yang diperoleh;
(masalah diungkap apa adanya tidak dibuat-buat atau direkayasa). Keobjektifan karya ilmiah dapat dicapai dengan

* data literatur dan data lapangan yang memadai (datanya harus representatif)
* Tidak memanipulasi data

3. Sistematis

uraian disusun menurut pola tertentu sehingga jelas urutan dan kaitan antara unsur-unsur tulisan (berkesinambungan, berurutan,berkaitan)

4. Cermat berupaya menghindari kesalahan/kekeliruan

5. Lugas artinya pembicaraan langsung pada persoalan yang dikaji tanpa basa-basi.

6. Tidak emosional, artinya tanpa melibatkan perasaan

7. Berlaku umum (kesimpulan berlaku bagi semua populasi kajian) kebenarannya dapat diuji

8. Logis, maksudnya segala keterangan yang disajikan memiliki dasar dan alasan yang masuk akal

9. bernas, artinya meskipun uraian itu singkat, isinya padat.

10. Jelas, keterangan yang dikemukakan dapat mengungkap makna secara jernih sehingga mudah dipahami pembaca


11. Terbuka, tidak menutup kemungkinan adanya pendapat baru

12. Menggunakan bahasa baku, tepat,ringkas, dan jelas

Contoh bahasa dalam karya ilmiah
* Pohon itu ditanam sedalam ― meter kuantitatif
* berat maksimal yang diperbolehkan 5 ton kuantitatif
* tiang yang harus disediakan sangat banyak
* volume pekerjaan per jam sangat padat
* mahasiswa itu sangat pandai baku/tidak kuantitatif

Cara penyajian/pemaparan KTI
Naratif bentuknya narasi hasilnya kisahan Deskriptif bentuknya deskripsi
hasilnya uraian Eksposisi bentuknya eksposisi hasilnya paparan Argumentasi bentuknya argumentasi hasilnya bahasan

• Manfaat menulis ilmiah :

1. Melatih berpikir tertib dan teratur karena menulis ilmiah harus mengikuti tata cara penulisan yang sudah ditentukan prosedur tertentu, metode dan teknik, aturan / kaidah standar, disajikan teratur, runtun dan tertib.

2. Menulis ilmiah memerlukan literatur, buku-buku ilmiah, kamus, ensiklopedia yang disusun tertib.

3. Oleh sebab pada hakikatnya sebuah karangan ilmiah ialah laporan tentang kebenaran yand diperoleh dari hasil penelitian di lapangan.

4. Karena dalam karya ilmiah ada organ yang disebut bab pembahasan yang berfungsi menganalisis, memecahkan dan menjawab setiap permasalahan sampai tuntas hingga ditemukannya jawaban berupa karya ilmiah.

5. Karena dalam karya ilmiah ada organ yang disebut bab landasan teori atau kerangka teoritis yang berfungsi memaparkan teori-teori para ahli seta mengomentari atau mengkritiknya untuk mendukung dan memperkuat argumen penulis.

• Sikap ilmiah

Selalu meragukan sesuatu.
Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
T e k u n.
Suka pada sesuatu yang baru.
Mudah mengubah pendapat atau opini.
Loyal etrhadap kebenaran.
Objektif
Enggan mempercayai takhyul.
Menyukai penjelasan ilmiah.
Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan.
Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
Menyadari perlunya asumsi.
Pendapatnya bersifat fundamental.
Menghargai struktur teoritis
Menghargai kuantifikasi
Dapat menerima penegrtian kebolehjadian dan,
Dapat menerima pengertian generalisasi

Sumber :
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/bahasa-indonesia/pengertian-karya-ilmiah
http://ironmtn.files.wordpress.com/2009/05/penulisan-karya-ilmiah.ppt.
http://id.shvoong.com/humanities/1914052-manfaat-menulis-ilmiah/
http://blogbahrul.wordpress.com/2007/11/28/sikap-ilmiah/

Minggu, 14 Maret 2010

BAB 2. Penalaran Induktif

Paragraf induktif adalah paragraf yang dimulai dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa yang khusus, untuk menuju kepada kesimpulan umum, yang mencakup semua peristiwa khusus di atas.

Ciri-ciri Paragraf Induktif :

• Terlebih dahulu menyebutkan peristiwa-peristiwa khusus

• Kemudian, menarik kesimpulan berdasarkan peristiwa-peristiwa khusus

• Kesimpulan terdapat di akhir paragraf

• Menemukan Kalimat Utama, Gagasan Utama, Kalimat Penjelas
• Kalimat utama paragraf induktif terletak di akhir paragraf

• Gagasan Utama terdapat pada kalimat utama

• Kalimat penjelas terletak sebelum kalimat utama, yakni yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa khusus.

Macam-macam penalaran induktif :
1. Generalisasi

(1) Generalisasi sempurna :
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Misalnya setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa:
Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31.
Dalam penyim¬pulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat
dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan
tidak ekonomis.

(2) Generalisasi tidak sempurna :
Adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Misalnya setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemu¬dian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.

2. Hubungan kausal : penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.

Macam hubungan kausal :
1. Sebab- akibat.
Ia telat makan,maka ia mengalami sakit maag.
2. Akibat – Sebab.
Ia tidak masuk Sekolah karena sakit.
3. Akibat – Akibat.
Ayah mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga anak beranggapan jemuran di rumah basah.

3. Analogi adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa yang ada pada peristiwa pertama juga ada pada peristiwa kedua.Contoh:
a.Mahmud anak Pak Ahmad adalah anak yang rajin dan jujur
b.Saepul anak Pak Ahmad adalah anak yang rajin dan jujur
c.jamil anak Pak Ahmad adalah anak yang rajin dan jujur
d.Erik adalah anak pak Ahmad Erik anak Pak Ahmad adalah anak yang rajin dan jujur.
Berbeda dengan generalisasi induktif yang kesimpulannya berupa proposisi universal, konklusi analogi tidak selalu berupa proposisi universal, namun tergantung dari subyek yang diperbandingkan. Subyek analogi dapat individual, partikular maupun universal. Tetapi sebagai penalaran induksi, konklusi yang ada lebih luas daripada premis-premisnya. Tiga anak Pak Ahmad yang rajin dan jujur tidak dapat menjamin bahwa anaknya yang keempat juga rajin dan jujur.
Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khususnya lainnya, dan menyimpulkan bahwa apa yang benar pada yang satu juga akan benar pada yang lain.
Contoh ; Sartono sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang – barang yang tidak biasa dengan istilah - istilah yang di kenal ide – ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan dengan hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berfikir yang di dasarkan pada persamaan yang nyata dan terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari yang penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam beberapa karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan perbandingan untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.

MACAM-MACAM ANALOGI
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsur, yaitu:
1.Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi
2.Persamaan prinsipal yang menjadi pengikat
3.Fenomena yang hendak kita analogikan

Klasifikasi:pengembangan paragraf melalui pengelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kata-kata atau ungkapan yang lazim digunakan yaitu dibagi menjadi, digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasikan.

Contoh :

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi.

Refernensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://id.wikipedia.org/wiki/Generalisasi
http://faithandstruggle.blogspot.com/2009/08/ilmu-logika.html
http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogisme-dan-generalisasi-kajian-tugas-makalah/
http://sunarno5.wordpress.com/2007/12/06/paragraf-induktif/

Rabu, 10 Maret 2010

BAB 1. Penalaran Deduktif

Nama : Muhammad pandutomo
Kls : 3 EA 06
NPM : 11207252
Tugas : B. Indonesia ( softskill )
Dosen : TRI BUDIARTA

A)TUGAS

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Penarikan secara langsung ditarik dari 1 premis. Penarikan secara tidak langsung ditarik dari 2 premis. Premis pertama yang bersifat umum sedangkan premis kedua bersifat khusus. Jenis penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu :
1) Silogisme kategorial
2) Silogisme hipotesis
3) Silogisme alternatif
4) Entimen

(A) Metode deduktif

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh : dalam penilitian mengenai mobilitas penduduk, proposisinya bebrbunyi : “ proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh upah “ (Harris dan Todaro).

Macam-macam penalaran deduktif :

Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Silogisme terdiri dari ; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.

1. Silogisme Kategorial

a. Silogisme Katagoril
Silogisme Katagoril adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorikl Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)

2. Silogisme Hipotetik : Adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari terem antecindent atau terem konsecwen premis mayornya . Sebenarnya silogisme hipotetik tidk memiliki premis mayor maupun primis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung terem predikat pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung term subyek pada konklusi .

Pada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuensinya tergantung oleh bagian yang diakui atau di pungkiri oleh premis minornya. Kita menggunakan istilah itu secara analog , karena premis pertama mengandung permasalahan yang lebuh umum , maka kita sebut primis mayor , bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan premis minor , bukan karena ia mengandung term minor , tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus[7]

Macam tipe silogisme hipotetik :

a) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan , saya naik becakSekarang Hujan .Jadi saya naik becak.

b) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekwensinya , seperti :Bila hujan , bumi akan basahSekarang bumi telah basah .Jadi hujan telah turun

c) Silogisme hipotetik yang premis Minornya mengingkari antecendent , seperti :
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa , maka kegelisahan akan timbul .
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa ,Jadi kegelisahan tidak akan timbul

d) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekwensinya , seperti:Bila mahasiswa turun kejalanan , pihak penguasa akan gelisahPihak penguasa tidak gelisahJadi mahasiswa tidak turun ke jalanan

3) Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh silogisme alternatif :
My : Kucing berada di dalam rumah atau di luar rumah
Mn : Kucing berada di luar rumah
K : Jadi, kucing tidak berada di dalam rumah


4 ) Entimen : Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan. Contoh Entimen :
• Dia naik jabatan karena ia rajin bekerja
• Anda naik gaji karena anda berhak menerima kenaikan jabatan itu

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://komunitasmahasiswa.info/tag/pengertian-proposisi/
http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogisme-dan-generalisasi-kajian-tugas-makalah/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/tugas-b-indonesia-2-penalaran-deduktif-softskill/

Tugas sofskill Bhs Indonesia

Nama : Muhammad pandutomo
Kls : 3 EA 06
NPM : 11207252
Tugas : B. Indonesia ( softskill )
Dosen : TRI BUDIARTA

A)TUGAS

1. Penalaran Deduktif

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Penarikan secara langsung ditarik dari 1 premis. Penarikan secara tidak langsung ditarik dari 2 premis. Premis pertama yang bersifat umum sedangkan premis kedua bersifat khusus. Jenis penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu :
1) Silogisme kategorial
2) Silogisme hipotesis
3) Silogisme alternatif
4) Entimen

(A) Metode deduktif

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh : dalam penilitian mengenai mobilitas penduduk, proposisinya bebrbunyi : “ proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh upah “ (Harris dan Todaro).

Macam-macam penalaran deduktif :

Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Silogisme terdiri dari ; Silogisme Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.

1. Silogisme Kategorial

a. Silogisme Katagoril
Silogisme Katagoril adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorikl Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)

2. Silogisme Hipotetik : Adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari terem antecindent atau terem konsecwen premis mayornya . Sebenarnya silogisme hipotetik tidk memiliki premis mayor maupun primis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung terem predikat pada konklusi , sedangkan primis minor itu mengandung term subyek pada konklusi .

Pada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuensinya tergantung oleh bagian yang diakui atau di pungkiri oleh premis minornya. Kita menggunakan istilah itu secara analog , karena premis pertama mengandung permasalahan yang lebuh umum , maka kita sebut primis mayor , bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan premis minor , bukan karena ia mengandung term minor , tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus[7]

Macam tipe silogisme hipotetik :

a) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan , saya naik becakSekarang Hujan .Jadi saya naik becak.

b) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekwensinya , seperti :Bila hujan , bumi akan basahSekarang bumi telah basah .Jadi hujan telah turun

c) Silogisme hipotetik yang premis Minornya mengingkari antecendent , seperti :
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa , maka kegelisahan akan timbul .
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa ,Jadi kegelisahan tidak akan timbul

d) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekwensinya , seperti:Bila mahasiswa turun kejalanan , pihak penguasa akan gelisahPihak penguasa tidak gelisahJadi mahasiswa tidak turun ke jalanan

3) Silogisme Alternatif : Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh silogisme alternatif :
My : Kucing berada di dalam rumah atau di luar rumah
Mn : Kucing berada di luar rumah
K : Jadi, kucing tidak berada di dalam rumah


4 ) Entimen : Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan. Contoh Entimen :
• Dia naik jabatan karena ia rajin bekerja
• Anda naik gaji karena anda berhak menerima kenaikan jabatan itu

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://komunitasmahasiswa.info/tag/pengertian-proposisi/
http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/20/silogisme-dan-generalisasi-kajian-tugas-makalah/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/tugas-b-indonesia-2-penalaran-deduktif-softskill/